Kamis, 26 Februari 2015

Kenali Penyakit Asma Sejak Dini

Penderita asma menggunakan alat inhalasi
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).

Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).

Asmatikus adalah Suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim.

Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian, oleh karena itu :
  • Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan terhadap usaha menanggulangi sumbatan saluran pernapasan.
  • Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin, dan lain-lain).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Epidsode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin.

Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa seranganasam berat kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 – 2 jam pemberian obat untuk serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau antagonis tidak ada perbaikan atau malah memburuk.

B. Etiologi

1. Faktor Ekstrinsik
Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen – inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk – serbuk dan bulu binatang.

2. Faktor Intrinsik
a. Infeksi :
- virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV)
- bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus
- jamur, misalnya aspergillus

3. Cuaca :
perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan.

4. Iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara.
5. Emosional : takut, cemas dan tegang.
6. Aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari.

C. MANIFESTASI KLINIK

1. Wheezing
2. Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot- otot asesori pernapasan
3. Pernapasan cuping hidung
4. Batuk kering ( tidak produktif) karena secret kental dan lumen jalan napas sempit
5. Diaphoresis
6. Sianosis
7. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
8. Kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadarn
9. Tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara

D. PATHOFISIOLOGI

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003) Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.

Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

Efek gabungan dari semua faktor - faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung, 2003) Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.

Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)
a. Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)
b. Kontraksi otot polos
c. Edema mukusa
d. Hipersekresi
e. Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi)
f. Hipoventilasi
g. distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
h. Gangguan difusi gas di alveoli
i. Hipoxemia
j. Hiperkarpia
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinopil.
2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

b. Pemeriksaan darah
1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
ilustrasi, saluran bronkus dan bronkeolus mengalami
penyempitan yang mengakibatkan penyakit asma

B. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

C. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

D. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
a. perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
E. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

F. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

G. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan oleh status asmatikus adalah
a. Atelaktasis
b. Hipoksemia
c. Pneumothoraks Ventil
d. Emfisema
e. Gagal napas.
H. Penatalaksanaan Medis
Prinsip-prinsip penatalaksanaan status asmatikus adalah :
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan : Saatnya serangan Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya).
2. Pemberian obat bronchodilator.
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
5. Setelah serangan mereda : Cari faktor penyebab modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
6. Oksigen dosis 2-4 liter/ menit

I. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian keperawatan
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
a. Riwayat kesehatan yang lalu:
1. Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
2. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
3. Kaji riwayat pekerjaan pasien.

b. Aktivitas
1. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
2. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
3. Aktivitas sehari-hari.
4. Tidur dalam posisi duduk tinggi.

C. Pernapasan
1. Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
2. Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
3. Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
4. Adanya bunyi napas mengi.
5. Adanya batuk berulang.

d. Sirkulasi
1. Adanya peningkatan tekanan darah.
2. Adanya peningkatan frekuensi jantung.
3. Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
4. Kemerahan atau berkeringat.

e. Integritas ego
1. Ansietas
2. Ketakutan
3. Peka rangsangan
4. Gelisah

f. Asupan nutrisi
1. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
2. Penurunan berat badan karena anoreksia.

g. Hubungan sosial
1. Keterbatasan mobilitas fisik.
2. Susah bicara atau bicara terbata-bata.
3. Adanya ketergantungan pada orang lain.

h. Seksualitas
1. Penurunan libido

J. Diagnosa Keperawatan

  • Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mucus yang kental.
  • Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan penignkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.
  • Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
  • Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
  • Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
  • Cemas yang berhubugan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).
  • Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

K. Rencana Intervensi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkhokontriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mucus yang kental.

Tujuan dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali efektif.
Kriteria evaluasi :
a. Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
b. Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
c. Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-).
d. Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.

Rencana Intervensi :
  1. Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum
    Rasional : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi.
  2. Atur posisi semifowler
    Rasional : Meningkatkan ekspansi dada
  3. Ajarkan cara batuk efektif
    Rasional : Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan keluarnya secret yang melekat di jalan napas.
  4. Bantu klien latihan napas dalam
    Rasional : Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan meningkatkan gerakan secret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan
  5. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500ml/hari kecuali tidak diindikasikan
    Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.
  6. Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
    Rasional : Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan secret.
  7. Kolaborasi pemberian obat
  8. Bronkodilator golongan B2
    1.1. Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25mg, fenoterol HBr 0,1% Solution, orciprenaline sulfur 0,75mg.
    Rasional : Pemberian bronkodilator via ihalasi akan langsung menuju area bronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
    1.2. Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 mg.
    Rasional : Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi jalan napas dapat optimal.
  9. Agen mukolitik dan ekspektorant
    Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan.
    Agen ekspektoran akan memudahkan secret lepas dari perlengketan ajaln napas.
  10. Kortikosteroid.
    Rasional : Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronchus.

1. AULIA FIRDA P : X-F3 / 01
2. ANNISA ARYANINDITYA P.S : X-F3 / 02
3. DILA ANANDA T.S : X-F3 / 09
4. DITA PERMATASARI : X-F3 / 12
5. MEGA ERLINA : X-F3 / 22

Advertiser